Premier Film Jack (Kamis, 2/5/2019) dihadiri sejumlah tokoh. Termasuk KH. Abdul Azis Munif -keempat dari kiri, pengasuh Ponpes Bahrul Hidayah (Smekdor’s) |
Suatu sore di tengah keramaian lalu lintas Jalan Tunjungan Surabaya. Dua orang remaja mengendarai sepeda motor kuno. Honda C 70 tahun 1970-an yang pada zamannya populer dengan sebutan motor “Ulung”.
Ketika sedang asyik bercengkerama, ban belakang sepeda motor tiba-tiba gembos (Jawa: kehabisan angin karena bocor). Sang cowok, biasa dipanggil Jack turun. Begitu pula sang cewek, Meyling turun dari boncengan. Mereka menepi. Berjalan sambil menuntun sepeda motor untuk mencari tukang tambal ban.
Inilah sepenggal kisah -dari puluhan kisah, yang terangkai sangat indah. Sosok Jack, diperankan oleh Arief Wibhisono dan Meyling yang diperankan oleh Grace Tie merupakan tokoh sentral. Pemeran utama yang membingkai film JACK.
Jack seorang pria berdarah Arab. Ia terancam drop out alias DO akibat belum menyelesaikan skripsi akhir. Meyling perempuan keturunan Tionghoa, anak dari juragan toko obat Cina di bilangan Jl. Jagalan, Surabaya.
Cerita bergulir. Jack, semula pendiam. Bahkan terkesan malas-malasan. Semenjak berkenalan dengan Meyling mendadak menjadi riang. Hidupnya bergairah. Jack sering tampil berduaan. Tak hanya bersahabat. Mereka, bagaikan pasangan yang sedang dilanda asmara.
Dalam sebuah adegan, Raut wajah Jack mendadak kaget. Ketika Meyling berkata: “Pokoknya aku nggak mau ketemu kamu lagi, kalau kamu gak lulus kuliah!”. Seketika itu pula Jack menyusun skripsi. Siang dan malam. Dia mendadak rajin.
Hubungan Jack-Meyling mulai tercium banyak pihak. Keluarga Meyling, terutama Maminya -diperankan Metty Endel mulai geregetan. Setiap Mami sembahyang di klenteng, Jack datang menjemput Meyling. Ia sering mencuri lihat Meyling duduk membonceng sepeda motor. Tangannya menyilang di pinggang Jack. Layaknya anak muda pacaran.
Dolah, ayah Jack -diperankan oleh Eko Tralala tentu sangat emosional. Dolah tak akan rela, jika satu-satunya anak lelakinya harus menikahi Meyling. Gadis non Muslim. Hubungan Jack-Meyling harus dicegah. Tapi dengan cara bagaimana? Melalui jalur apa?
Dengan tergopoh-gopoh, Dolah mendatangi Pak RT (M. Chengho Djadi Galajapo). Di antara rasa galau, Dolah curhat. Minta nasehat. Keluarga Dolah memiliki trah Muslim yang fanatik. Sementara Meyling keluarga yang sehari-harinya hidup di lingkungan Klenteng.
“Jack harus beristrikan orang Islam. Atau setidaknya menjadi Islam” ujar Dolah kepada Pak RT.
“Wong Nabi ae gak isok ngislamno pamane, opo maneh peno. Peno ngono iku sopo? (Jawa: Nabi Muhammad saja gak bisa meng-Islamkan pamannya -Abu Thalib, apalagi Anda. Lha, Anda ini siapa)” jawab Pak RT.
Potongan dialog ini cukup menggambarkan. Seperti apa “kolotnya” masyarakat dalam beragama. Perbedaan agama bukan dipandang sebagai suatu hal yang baik. Dalam menghadapi perbedaan agama masih terbiasa mengedepankan prasangka.
Perbedaan keyakinan ini oleh Sutradara film JACK, M Ainun Ridho dikemas apik. Ridho berhasil mengungkapkan tema dasar dalam ide film ini. Tentang problem toleransi!
M Ainun Ridho -kaca mata, Sutradara Film | Koleksi pribadi
|
Apabila film itu ibarat sebuah sajian kuliner, M Ainun Ridho adalah tukang masak yang lihai. Ia pandai memadukan segala macam bumbu. Menjadi narasi cerita yang sempurna. Lewat film JACK, ia sukses mendobrak sekat-sekat tradisi.
Satu lagi. M Ainun Ridho berhasil menyakinkan. Surabaya memiliki kekayaan. Segala macam suku, etnis, dan agama ada di Surabaya. Sikap toleransi warganya, kata Ridho, menjadi contoh besar toleransi di Indonesia.
“Film JACK secara lengkap menonjolkan Surabaya. Saya berani klaim ini yang pertama. Ke depan pasti banyak yang tertarik untuk mengambil film dengan latar Suroboyoan,”ujarnya.
Peran besar Smekdor’s
Setelah diputar terbatas hanya di Layar Jaringan XXI Ciputra World Surabaya, film JACK akan dirilis secara nasional pada Kamis (16/5/2019).
Film JACK Suroboyo banget. Sangat kental dengan karakter Suroboyoan. Mulai dari kru. Bintang filmnya. Termasuk bahasa dan dialog yang digunakan. Gaya khas Arek Suroboyo.
Pemeran utama Film | Koleksi pribadi
|
Pemilihan lokasi menonjolkan aspek Surabaya terbilang penting. Setidaknya menjadi pembanding bagi dunia perfilman yang terbiasa diproduksi di Jakarta.
“Meski menggunakan dialog khas Surabaya, penonton cukup hepi. Karena sudah dilengkapi teks bahasa Indonesia” ungkap Juliantono Hadi, Excecutive Producer 2 Film JACK.
Juliantono Hadi boleh berbangga diri. Mengapa? Inti kru film JACK, merupakan siswa kelas 1 dan kelas 2 SMK Dr. Soetomo yang mempunyai jurusan Perfilman dan Multimedia.
“Kru yang mengerjakan film ini 90 persen juga diambil dari anak-anak muda Surabaya. Khususnya siswa SMK Dr Soetomo yang mendukung penuh produksi film ini,” tutur Juliantono yang juga Kepala SMK Dr. Soetomo Surabaya.
Menurut dia, kesempatan besar Smekdor’s -nama beken SMK Dr. Soetomo, diharapkan bisa mengatrol semangat sekolah kejuruan serupa di Tanah Air. Indonesia sangat potensial. Film domestik bisa berkembang lewat kultur yang kuat dengan bahasa lokal.
Juliantono Hadi tentu sangat bahagia. Siapa saja yang bisa menembus zaman, dialah yang dapat menemukan dirinya. Menjadi berdaya. Menjadi pangkal segalanya.