Saat berjalan di Kota Madinah bersama Raja Saud bin Abdul Aziz, Bung Karno bertanya kepada sang raja, “Wahai Raja, dimana makamnya Rasulullah SAW ?”
Raja Saud menjawab, “Oh itu makam Rasulullah SAW sudah terlihat dari sini”. Seketika Bung Karno melepaskan atribut-atribut pangkat kenegaraannya.
Raja Saudi heran. Ia lalu bertanya kepada Bung Karno. “Kenapa Anda melepaskan itu semua?”
Bung Karno menjawab dengan tegas: “Yang ada di sana itu Rasulullah SAW, pangkatnya tentu jauh lebih tinggi dari kita”.
Bung Karno berjalan merangkak menghampiri makam Rasulullah. Bung Karno pun tak kuasa menahan tangisnya di depan makam manusia agung itu. Bung Karno bersama rombongan sempat berdoa di samping makam Nabi Muhammad SAW.
Apa yang dilakukan Bung Karno saat ziarah ke Makam Nabi patut diapresiasi. Sikap ini merupakan sebuah penghormatan sejati yang membuat takjub Raja Saudi. Betapa besar ketundukan dan kecintaan seorang Sukarno kepada Rasulullah SAW, pembawa risalah Islam ke seluruh jagad raya.
Bagi Sukarno, pangkat dan kemampuan yang dimilikinya tidak bisa dibandingkan sama sekali dengan apa yang sudah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Bung Karno sangat menghormati dan mencintai Rasululllah SAW.
Sejak itu hubungan antara Indonesia dan Arab Saudi menjadi erat. Kedatangan Sukarno disambut langsung Raja Saudi, Saud bin Abdulaziz Al Saud. Hubungan baik itu terjalin hingga sekarang.
Jika sedang di Madinah dan Mekkah dalam kaitan ibadah haji atau umrah sering terlihat tanda pemisah berwarna merah putih. Warna tersebut identik dengan warna bendera Indonesia. Sepertinya ini sebuah kebetulan saja.
Tanda pemisah berupa “oloran” plastik ini digunakan untuk pengamanan proyek. Di dalam masjid warna merah putih tersebut dipakai untuk membatasi pada saat jamaah sholat sedang ramai.
Bukan Perjalanan Rohani
Pagi, 18 Juli 1955. Lapangan Terbang Kemayoran ramai. Ribuan orang menanti untuk melepas keberangkatan Presiden Sukarno bersama rombongan (31 orang) ke Tanah Suci. Setiba di Kemayoran, Sukarno menyampaikan amanatnya.
(Dok Pribadi)
Pembatas warna merah putih di Masjid Nabawi, Madinah |
“Hari ini saya minta pamit dari seluruh lapisan rakyat di manapun saudara-saudara berada di tanah air kita. Saya minta doa selamat dari saudara-saudara sekalian.” ujar Sukarno, dikutip situs majalah sejarah online Historia 30 Agustus 2017.
Singgah di Kairo -Mesir, presiden dan rombongan menginap di Istana Koubbah. “Istana bekas Raja Faruk ini indah sekali,” tulis Mangil Martowidjojo, komandan Polisi pengawal pribadi presiden, dalam Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967. Selama lima hari, Sukarno melakukan kunjungan kenegaraan, termasuk menghadiri perayaan Hari Revolusioner Mesir pada 23 Juli.
Setibanya di Lapangan Terbang Jeddah, Raja Saud bin Abdul Aziz menyambutnya. Acara dilanjutkan pengibaran bendera Merah-Putih, penembakan meriam 21 kali, pemutaran lagu kebangsaan, barisan kehormatan, dan perkenalan. Rombongan lalu dijamu di Istana Raja.
“Sukarno berangkat bukan hanya sebagai seorang muslim yang baik tapi juga seorang kepala negara. Maka, Sukarno di sana diterima kepala negara,” ujar Peter Kasenda, sejarawan Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta. Selain itu, meriahnya sambutan terhadap Sukarno di Mesir maupun Arab Saudi dikarenakan tahun itu Indonesia berhasil menghelat Konferensi Asia-Afrika.
(Dok Pribadi)
Tahun 1982, Ratna Sari Dewi difoto |
***
Bulan Juni oleh beberapa kalangan disebut sebagai “bulan” Bung Karno. 1 Juni ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila. Tanggal 6 Juni 1901 presiden pertama Republik Indonesia Ir. Sukarno (ada yang menulis Soekarno) lahir. Minggu, 21 Juni 1970 Proklamator dan Bapak Pancasila itu wafat.
Peristiwa 36 tahun silam itu berlangsung meriah. Kepadatan massa terasa sejak pagi hingga malam, terutama di Bendogrit -lokasi makam dan di Jl. Sultan Agung, kediaman Bu Wardojo, kakak kandung Proklamator RI.